Jumat, 14 November 2008

cerpen2 n puisi@Rumi

KHIDIR

Hujan deras mengguyur. ungai-sungai di bawah perbukitan mengalir dengan deras, air yang bercampur tanah membawa sampah dan potongan-potongan kayu ke arah yang tak menentu, selokan-selokan di lerweng perbukitan teraliri air berwarna cokelat tua akibat gundulnya hutan di perbukitan itu, pohon-pohion besar tinggal sedikit. Laki-laki setengah baya masih berteduh di gubuk yang berada di bawah lereng bukit, dengan balutan pakaian kusut laki-laki setengah baya itu masih duduk sambil memikirkan sesuatu yang ada di benaknya. Hujan yang turun dengan deras membawa udara dingin dan kabut tebal, dinginya udara membuat kulit laki-laki itu menggigil sehinga dia bereusasha membuat api dari potongan-potongan kayu yang berada di dalam gubuk itu, api menyala dengan besar kemudian ia memasukan sebatang ketela pohon ke dalam bara api itu.

Setelah hujan berhenti, laki-laki itu keluar dari gubuk kemudian melihat kanan-kirinya disertai dengan perasaan bingung entah kemana ia akan melangkahkan kakinya, ketika itu matahari hampir menutup matanya dan kabut tebal masih menyelimuti lereng bukit itu, tatapan matanya mengarah ke suatu tempat yang berada di sebelah bukit itu, ia berjalan mengikuti tatapan matanya itu. Setelah satu kilo ia berjalan ia melihat ada sebuah perkampungan yang sepi, ia berjalan ke perkampungan itu sambil membawa sesuatu yang menempel di punggungnya.

Sesampainya di kampung itu ia melihat orang tua yang sedang berjalan pelan-pelan karena kakinya yang sudah tidak kuat lagi akibat dimakan usia, laki-laki setengah baya itu kemudian menghampirinya seraya mengucapkan salam dan menjabat tanganya “assalamualaikum” sapa laki-laki itu “waalaikum salam, kisanak siapa dan mau kemana?”suaranya lirih dan sedikit terpatah-patah “saya musafir pak……dan saya tak tahu entah kemana saya akan berjalan, kalau boleh tanya apa disini ada mushola pak?” “kisanak mau ke mushola,? kebetulan saya juga mau kesana mau melaksanakan sholat Magrib, kalau kisanak mau ke Mushola ikuti saja saya” mereka bersama-sama berjalan ke mushola.”Nak kita sudah sampai di mushola” orang tua itu memberi tahu laki-laki sertengah baya itu, laki-laki itu sedikit kebingungan mushola yang ada di depanya itu kurang begitu ramai, bangunanya tua dan motifnya sama sekali tidak menampakan sebuah mushola, ia agak sedikit meragukan musola itu “Nak jamaah akan segera dimulai sebaiknya kisanak segera berwudhu agar tidak ketinggalan jamaahnya”saran orang tua itu sambil mengacungkan tanganya kearah tempat wudhu, dengan segera laki-laki itu menuju tempat wudhu.

Suara iqomat berkumandang memenuhi ruangan mushola, jamaah segera menempatkan diri di masing-masing sofnya, jamaah semuanya adalah laki-laki yang terdiri dari golongan muda, setengah baya, dan tua, kemudian suara takbir berkumandang”Allah….u akbar”suasananya sangat hening, tak ada satu suarapun kecuali alunan surah Al-Fatihah yang di alunkan oleh sang imam, suaranya merdu dan fasih sehingga membuat jamaah lebih kushuk dan hening, selesainya membaca Fatihah imam membaca surat Al-Asr”Walasri innalinsana lafi khusrin illalladzina amanu waamilussolihati watawa shoubilhaqqi watawasoubissobr”.

Sholat Magrib selesai dilaksanakan, para jamaah ada yang pulang ke rumah masing-masing dan ada yang masih dzikir di dalam musola sambil menanti datangnya sholat Isya, laki-laki setengah baya itu melihat orang tua yang ia temuia sore itu masih duduk bersila di dalam musola sambil memutar tasbihny. Laki-laki itu keluar dari musola untuk mencari udara segar dan melepas lelah setelah perjalanan panjangnya, setengah jam kemudian suara adzan berkumandang menandakan telah datang waktu Isya, orang-orang berdatangan ke mushola untuk melaksanakan sholat Isyak berjamaah.

Setelah sholat Isya selesai dilaksanakan laki-laki setengah baya itu duduk di serambi musola, orang tua yang ia temui di jalan itu keluar paling terakhir kemudian ia mmenghampiri laki-laki itu “Nak hari sudah malam mari istirahat di rumah saya saja disini dingin dan banyak nyamuknya” “Terimakasih pak , saya tidur disini saja “ jawab laki-laki itu dengan suara rendah, tanpa mengulang ajakanya orang tua itu langsung pergi meninggalkanya, laki-laki itu sempat terkagum setelah sesaat ia menolehkan pandanganya dari orang tuaa itu, orang tua itu langsung lenyap jejaknyapun tidak di ketahui, seakan orang tua itu menghilang. Laki-laki itu memalingkan tubuhnya dan tidur dengan pulas meski nyamuk silih berganti berdatangan untuk menyantap darah segarnya.

Matahari telah muncul dari ufuk timur, orang-oramg di kampung itu berjalan menuju ladang mereka dengan membawa sabit, cangkul dan peralatan lain untuk mengolah tanahnya. Hujan yang turun sore itu membuat jalan yang dilewati mereka kotor dan banyak batu-batu kecil yang tercecer di jalan, leleki setengah baya itu sedikat kelihatan bingung kemana ia akan melangkahkan kakinya, beberapa saat ia termenung. Ia melangkahkan kakinya ke arah perbukitan yang berada di sebelah selatan desa jalan setapak di lereng perbukitan ia lewati, saat itu jalan masih licin sisa-sisa air hujan sore itu masih menggenang di sepanjang jalan sehingga di perlukan kehati-hatian yang sangat untuk melewati jalan itu, karena jika jatuh dari tebing maka maut yang akan menjemput, daerah itu sepi hanya beberapa orang yang lewat disana sesampainya di atas tebing laki-lakin itu menegok ke kanan kirinya hatinya berkeyakinan untuk melangkahkan kakinya ke arah timur.

Sengatan matahari begitu menyaetuh kulit, hujan keringat tidak bisa lagi dibendung selembar pakaian yang ia pakai basah kuyuk oleh keringatnya, rasa dahaga sangat terasa sampai-sampai membakar kerongkonganya. Laki-laki itu masih tetap berjalan ke arah timur melewati jalan kecil yang berada di daerah yang terjal, sebotol air yang ia ikatkan di pinggangnya ia ambil kemudian berhenti duduk bersandarkan batu besar, seteguk demi seteguk ia minum air yang ia ambil dari desa itu. Masih dalam posisi duduk laki-laki itu termenung ia melihat-lihat hamparan yang luas yang berada di kanan kirinya sambil mengucapkan sesuatu, entah apa yang ia ucapkan.

Setengah hari ia berjalan, ia melihat ada rumah kecil yang berada di tengah hamparan luas, rumah itu berdiri sendiri tak ada bekas perkampungan di sana ia berjalan menuju rumah itu di depan pintu rumah itu ia sedikit tercengeng rumah itu kelihatan sedikit aneh, motif bangunanya mirip sekali dengan musola-musola kuno dan yang lebih aneh lagi di atas pintu rumah terdapat kaligrafi arab yang bertulis “LA ILAHA ILLALLAH MUHAMMADURROSULULLAH” sesaat dalam kecengengan ia kemudian mengetuk pintu sambil mengucapkan salam namun tak ada seorang pun yang menjawab ia mengulanginya sampai tiga kali namun tetap saja gak ada jawaban, karena tak ada jawaban ia memalingkan tubuhnya dengan maksud pergi dari tempat itu akan tetapi seketika itu pintu serta-merta terbuka dengan sendirinya dan tak ada seorangpun di dalam rumah itu , ia sedikit ketakutan bulu lehernya berdiri semuanya dalam perasaan takut ia memberanikan diri melihat-lihat kedalam rumah iut R.rumah itu hanya terdiri dari satu ruangan saja dan satu lubang ventilasi udara ruanganya bersih tak terlihat satu kotoranpun di sana. Ia masuk ke rumah itu sambil melihat-lihat dinding bangunanya, ketika pandanganya tertuju ke arah barat laut, seketika ia kagum dan tercengeng ketika ia melihat sajadah yang terkapar di atas lantai dan sebuah tasbih yang melingkar di atasnya ia dekati sajadah itu sajadah itu mirip sekali dengan sajadah yang di pakai orang tua yang ia temui di kampung sore itu, tak juga dengan tasbih yang melingkar di atasnya warna dan bentuknya persis dengan tasbih yang di pakai orang tua itu ketika berdzikir. Namun tak ada bukti keberadaan orang itu di sana, rumah itu di tengah hamparan luas jauh sekali dengan permukiman penduduk.

Ketika itu waktu Dzuhur telah tiba laki-laki itu kemudian bertayamum dan melaksanakan sholat Dzuhur. Ia keluar dari rumah itu dan melanjutkan perjalananya, dengan berbekal sebotol air putih yang ia gantungkan di pinggangnya. Laki-laki itu terus berjalan melewati hamparan luas dan sepi, terlihat di sana batu-batu besar dan pohon-pohon yang ada di kanan kiri jalan. Kicau burung menggema menemani perjalananya, panas matahari tidak ia hiraukan, ia terus berjalan. Setelah melawati jalan panjang laki-laki itu sampai di tepi sungai besar, tubuhnya kotor sekali, ia turun ke sungai membersihkan tubuhnya dan mengambil air wudhu kemudian istirahat dengan bersandarkan batu bersar yang berada di pinggir sungai itu. Laki-laki itu terdidur bersandarkan batu besar, lama ia tertidur, percikan air sungai mengenai wajahnya sehingga laki-laki itu terbangun dari tidurnya, saat matanya terbuka matahari sudah tidak tampak lagi, tempat itu menjadi gelap gulita tak ada seberkas cahaya yang terpancar di sana, laki-laki itu tidak lagi meneruskan perjalanya karena jalan sangat gelap sekali akhirnya ia menggelar sarung sebagai alas tidur, udara dinginpun tak bisa di hindari laki-laki itu membuat api dari potongan potongan kayu kecil yang telah mengering yang berada di pinggir sungai itu. “Assalamualaikum….kisanak”suaranya rendah dan penuh wibawa orang tua berpakaian putih bersih datang mendekati laki-laki setengah baya itu, mata laki-laki itu sudah sedikit redup ia masih gegeni dan bersandar batu, mendengar suara salam laki-laki itu kagum matanya pun kembali terang “Assalamualaikum….kisanak…..”orang tua itu mengulanginya “Waalaikumsalam”jawab laki-laki itu di iringi rasa takut, detak jantungnya berdebar dengan keras, bulu lehernya berdiri semuanya, orang tua itu bertanya”kisanak…… boleh saya numpang menghanatkan tubuh?” ” Boleh,,boleh,,,,bapak siapa?”balas laki-laki itu, suaranya tersendat-sedat “Gak usah takut kisanak, saya gak bermaksud jahat kebetulan saya tadi lewat jalan di sebelah itu dan saya melihat ada api di sini kemudian saya datang kemari karena tubuh saya kedinginan” laki-laki itu menatap tajam wajah orang tua itu seakan-akan ia pernah melihat wajah orang tua itu dalam hatinya ia bergumam orang tua ini persis dengan orang tua tuam yang saya temui sore lalu di kampung itu, ia masih teringat wajah orang tua itu dan orang yang sedang ada di depanya itu persis dengan orang tua yang ia temui sore itu, suaranya pun persis sekali hanya saja pakaianya yang berbeda tapi ia bingung mengapa ia disisni?mengapa dia tidak mengenaliku?. “Kisanak siapa dan mau kemana?” tanya orang tua itu “E….saya musafir, saya gak tau kemana saya akan melangkahkan kakiku ini” jawabnya, “Trus apa yang kisanak cari?” “Saya pingin menemukan jati diri saya hidup di dunia ini”laki-laki itu menjawab dengan suara rendah. Orang tua itu kemudian berdiri mengambil sebatang kayu yang berada di sebelahnya kemudian duduk lagi. “Kalau boleh tahu bapak siapa ya?”tanya laki-laki itu , namun ia tidak menjawab pertanyaan laki-laki itu, oarang tua itu kemudian berkata dengan suara yang penuh wibawa”Kisanak…, hidup di dunia ini gak lama laksana orang yang mampir minum, sangat rugi orang-orang yang tidak memanfaatkan waktunya untuk beriman kepada Allah, beramal soleh, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran” laki-laki setengah baya itu semakin kagum dan diam tanpa ada satu katapun yang keluar dari mulutnya, pandanganya menunduk sambil meresapi kata-kata orang tua itu, hatinya luluh tubuhnyapun terasa lemas namun hatinya terasa terang. Ketika laki-laki itu mengangkat wajahnya dan berusaha menatap wajah orang tua itu seketika orang tua itu telah tiada, entah kemana ia pergi tak ada jejak dalam kepergianya namun bayang-bayang orang tua itu masih tersimpan dalam benaknya, laki-laki itu memanggil-manggil orang tua itu dengan suara lantang sambil mondar-mandir kesana-kemari namun tak ada satu jawabanpun yang menggema di telinganya, ia pun mengulang-ulangi panggilanya “Pak..!bapak…! sebenarnya bapak siapa?”namun hasilnya tetap sama tak ada sepatahkatapun yang hadir.

Jam tengah menunjukan pukul 03.30 pagi. “Mas…mas….! Bangun mas, sudah jam setengah tiga, mari kita sholat tahajud ”perempuan itu berusaha memebangunkan suaminya. Seketika suaminya langsung bangkit dari tidurnya, ia teringat dengan mimpi yang baru saja terjadi dan ia langsung berteriak mengucapkan tahmid”Alhaduliilahi robbil alamin…”suaranya keras, istrinyapun bingung gerangan apa yang terjadi dengan suaminya sehingga dia harus mengucapkan tahmid dengan keras padahal tak biasanya ia bertingkah seperti itu wajahnya pun terlihat menampakan kegembiraan, “Dek….., Khidir dek…, Khidir..”ujar suaminya,”Maksud mas apa kok Khidir, Khidir..” istrinya menyahut ucapan suaminya karena ia merasa bingung dan tidak faham dengan apa yang di katakan suaminya. Sang suami teringat dengan mimpinya, dalam mimpinya ia bertemu dengan orang tua, ia teringat ketika ia pertama kali bertemu dengan orang tua itu ketika ia ingin pergi ke mushola ia mengucapkan salam sambil menjabat tanganya dan ketika menjabat tanganya, ia teringat ibu jarinya tidak bertulang, “Dek mas baru saja mimpi bertemu dengan nabi Khidir” laki-laki itu memberi tahu istrinya. Kemudian mereka mengambil air wudhu dan bersama-sama sujud memahasucikan Yang Maha Abadi

Tidak ada komentar: